Rabu, 10 Juni 2015

Sekte Wisnu Sekte Siwa



Sekte Wisnu
Sekte wisnu merupakan suatu aliran yang menekankan peemujaan terhadap Wisnu, istrinya dan avataranya. Pemujaan ini biasanya mengutamakan tafsiran teistik pada Wedanta, diantaranya oleh Visnusvamin (abad ke-13), Vattabhacarya (1479-1531), dan Nimbaska (abad ke 12).[1][10] Sekte ini lebih mengutamakan pemujaannya kepada dewa Wisnu karena dewa ini sangat simpatik bagi mereka dengan sifat-sifatnya yang berdasar pada perasaan bhakti (cinta).[2][11]
Wisnu biasanya dibedakan menjadi 4 sampradaya pokok atau sekte, diantaranya yang sangat kuno adalah Sri Sampradaya yang diperkenalkan oleh Ramanuja Acarya, kira-kira pertengahan abad ke-12. Para Pengikut Ramanuja memuliakan Wisnu dan Laksmi beserta inkarnasinya, mereka disebut pengikut Ramanuja atau Sri Sanpradayin atau Sri Waisnawa.[3][12]
Tokohnya yang terkenal adalah ramanuja (wasistadwaita) dan madhva (dwaita) dalam filsafat wedanta. Ramanuja adalah  seorang brahmana asal India selatan. Ia beruasha untuk mempersatukan agama Wisnu. Ia menuliskan tafsir wedanta-sutra, yang disebutnya dengan sri bhasya. Ramanuja menyusun marga-marga menjadi Karma marga (jalan pekerjaan), Jnana marga (jalan budi yang lurus), dan Bhakti marga (jalan penyerahan diri kepada tuhan).[4][13] Sumber lain menambahkan yoga marga (jalan pengheningan cipta dan bertapa).
Mahdva adalah seorang yang pada sekitar abad ke-13 membawa teologi aliran wisnu kedalam dualisme bebas. Wisnu sebagai jiwa dan sangat berbeda dengan alam.[5][14] Jiwa ini punya sebutan sebagai cit (sadar) dan materi atau alam dinamakan sebagai acit (tidak sadar). Alam materi sangat bergantung  dan tunduk kepada tuhan dan tuhan akan menyelamatkan orang-orang yang disenanginya yang hanya merekalah yang tulus dan suci saja. Dan jiwa takkan binasa melainkan dapat berpindah-pindah dari jasad tanpa akhir.
Pandangan pengikutnya antara lain menyatakan bahwa kebaikan wisnu dengan bhaktinya adalah yang dapat memberikan jaminan kedamaian hidup bagi umat pemujannya, karena itu cukuplah bagi pengikut-pengikutnya untuk menyerahkan diri saja kepadanya.
Sikap penyerahan diri kepadanya akan membawa mereka kepada Nirwana. Segala kebaikan bakti Wisnu (atau disebut iswara atau bagavat) itu dilukiskan dengan panjang lebar dalam kitab sucinya yaitu kitab purana. Didalam kitab tersebut diceritakan bagaimana manifestasi dan kebaikan bhakti Wisnu dalam usahanya menolong ummat manusia dari segala bentuk kehancuran dan kejahatan. Dengan jelma (melakukan avatara) menjadi berbagai makhluk ajaib dalam 10 rupa, maka kehancuran dan kejahatan dapat dihindari.[6][15]
Dalam perkembangan selanjutnya aliran ini berkembang  menjadi beberapa sekte dan yang penting diantaranya Pancharatra, Waikhanas dan Karmahina. Sampai sekarang aliran yang mempunyai banyak penganut di India adalah aliran sri dengan tokohnya ramanuja, aliran Brahma dengan tokohny Madvacarya, aliran Rudra dengan tokohnya Visnuvamy, dan sanak dengan tokohnya Nimbaska.[7][16]
Seperti dikemukakan dalam literatur, sekitar abad ke-4 ada dua dewa yang sangat terkenal yaitu wisnu dan Siwa pada masa purana sekitar 300-1200, wisnu sangat tinggi kedudukannya dan sangat luas pengaruhnya karena ajaran avataranya yang dikembangkan saat itu. Dalam purana, wisnu dinyatakan mempunyai beberapa avatara secara tradisional), akan tetapi kalau diperhatikan benar-benar barangkali saja ada lebih dari duapuluh avatara. Kesepuluh avatara tersebut ialah :

(1)   Matsyavatara, berupa ikan besar untuk menolong manusia pada saat banjir besar melanda dunia yang akan menenggelamkannya.
(2)   Kurnavatara, sebagai kura-kura untuk menolong dewa-dewa pada waktu mengaduk samudera guna mendapatkan air amerta (air hidup) yakni air yang bilamana diminum orang akan mengalami hidup kekal abadi.
(3)  Narashimha, sebagai singa yang berbadan manusia yang membunuh raksasa yang tidak bisa dibunuh olehsiapapun.
(4)   Varahavatara, sebagai babi rusa yang menolong manusia dengan menggigit bumi yang pada saat itu akan dibawa karpatala (neraka dibawah bumi) oleh musuh-musuh manusia.
(5) Vamanavatara, sebagai oarang cebol yang dapat mengalahkan cucu raksasa yang bernama Narashinka. Cucu raksasa tersebut bernama Bali (Daitya Bali)
(6)  Budhavatara, sebagai budha yang bertugas melemahkan musuh-musuh dewa yang menyebarkan ilmu palsu.
(7) Parasuramvatara, sebagai kesatrya yang bersenjatakan parasu ( kampak) membunuh beberapa kesatrya yang menghina ayahnya, sebagai pembalasan atas penghinaan tersebut.
(8) Ramavatara, rama sebagai kesatrya, anak Dasarata yang dibuang kehutan belantara, dimana ia kehilangan isterinya Shinta, karena perbuatan Dasamuka (Rahmana) yang berwatak rakus dan yang menganiaya ummat manusia. Akhirnya Rama dapat membunuh Rahwana serta dapat merebut kembali isterinya, (cerita tentang Rama tersebut diuraikan dalam kitab Ramayana).
(9) Kalkiavara, sebagai Kalki ( Ratu Adil) yang dapat mmententramkan dunia yang mengalami kekacauan akibat perbuatan makhluk-makhluk jahat di dunia.
(10)Kresnavatara, sebagai Kresna yang kemudian membunuh Raja Kamsa (seorang raja Mathura kemenakan Kresna).[8][17]
Wisnu banyak disebut dalam rigweda. Legendanya terdapat dalam Shataphata brahmana. Dalam cerita-cerita klasik dan ikonografi purana, wisnu dilukiskan berbaring diatas air pada lingkaran gulungan ular kobra yang berkepala seribu yang melindunginya sebagai tudung diatas kepala dan dari pusarnya tumbuh setangkai bunga teratai yang diatasnya ada brahma sang pencipta dunia. Wisnu disini adalah sebagai sang pencipta narayana dalam tubuhnya dan dewa-dewa lainnya terserap kedalam dirinya sebagai avatara-avatara semata.[9][18]
Semua avatara Wisnu tersebut merupakan salah satu gambaran simbolis yang mencerminkan tentang kebenaran kepercayaan Wisnuisme kepada adanya “juru selamat” dunia dan manusia dari kehancuran hidupnya.[10][19]
Juru selamat tersebut hanyalah Wisnu tiada dewa yang lainnya yang mampu dengan kasihnya menyelamatkan umat manusia. Oleh karena itu maka pengikut-pengikutnya selalu berserah diri kepada segala kekuasaan dan kehendaknya. Yang dengan demikian mereka dapat mencapai nirwana sebagai yang dicita-citakan itu.[11][20]
Dalam aliran wisnu masih terdapat dewa lain yang juga dipuja, seperti brahma sang pencipta dan istrinya saraswati yang banyak dipuja oleh para seniman musik dan sastrawan serta para siswa yang mengharapkan kelulusan. Dewa surya (dewa matahari) juga banyak dipuja dikalangan maga Brahman. Anak Siwa yag berkepala gajah yaitu Ganesha juga anak yang lain yaitu Skandha (Kartikeya, Subrhamanya) banyak dipuja di Tamilnad. Istri wisnu sendiri Lakshmi juga dipuja dan disembah sebagai dewi keberuntungan.[12][21]

Sekte siwa
Sekte ini lebih tua dari sekte wisnu. Disini siwa dianggap sebagai dewa tertinggi, sementara Brahma dan Wisnu dianggap sebagai penjelmaan dari siwa. Istri siwa atau saktinya adalah uma dan parvati. Siwa dipuja sebagai dewa tertinggi dengan nama mahadeva atau mahasevara dengan saktinya mahadevi atau mahasevari. siwa juga disebut sebagai guru oleh para resi atau para yogin (pertapa). Karena itu ia disebut sebagai mahaguru atau mahayogi.[13][22]
Pemeluk-pemeluk aliran ini sangat optimis terhadap kebulatan kekuasaan dewa Siwa ini. Karena ia dipercayai dapat menjelma menjadi berbagai bentuk kedewataan yang menggambarkan akan kekuasaannya yang besar. Sebagai tanda kekuasaannya dewa ini digambarkan secara fantastis dengan tangan empat. Bilamana sedang menjadi Siwa, mahadewa maheswara,  maka tak ada dewa satupun yang dapat mengalahkan kekuasaannya, bilamana ia sedang menjelma menjadi dewa maha guru maka Siwa adalah sebagai orang tua berjanggut yang sholeh dan suka membimbing manusia kearah hidup bahagia. Tetapi jika ia sedang menjelma menjadi mahakala, maka watak serta sikapnya dilukiskan sebagai raksasa yang buas, merusak apa yang dikehendaki dan kejam.[14][23]
Dalam aliran siva-Bhagavata, Siwa sering kali diberi avatara-avatara yang hampir sama dengan yang ada pada aliran Wisnu. Hanya saja dalam aliran Siwa avatara-avatara tersebut tidak besar pengaruhnya, dan Siwa tetap menonjol dari padanya.[15][24]
Penganut Hindu dari sekte Siwa meyakini Tuhan adalah Siwa. Salah satu bentuk pemujaan Siwa yang dilakukan oleh pada Pendeta Siwa adalah dengan mengucapkan mantra yang disebut sebagai Mantra Catur Dasa Siwa, yakni empat belas wujud Siwa. Mantra ini digunakan untuk mendapat pengaruh ke-Tuhan-an yang kuat dan suci serta untuk mendapat kebahagian sekala-niskala.
Para penganut siwa juga mengakui bhakti sebagai cara memuja dan menyembah Siwa. Sekte ini juga terpecah-pecah menjadi beberapa aliran lagi, seperti pasupata, kalamuka, lingayat dan kapalika. Aliran-aliran ini mendasarkan pandangannya pada kefilsafatan.[16][25]
Tokoh aliran Siwa yang terkenal adalah meykanda yang mengajarkan konsep pati (tuhan) itu kekal, berada tanpa sebab dan maha kuasa. Tuhan adalah Siwa yang berada dimana-mana dan mengetahui segala sesuatu, segala sesuatu adalah ciptaannya melalui “sakti” nya. Pasu (jiwa) juga kekal. Pasu terkandung oleh mala (semacam karat) yang terdiri dari tiga pasa (ikatan, persatuan), yaitu anava, karma dan maya sehingga jiwa selalu berada dalam samsara. Hanya oleh Siwa yang berkuasa atas maya jiwa dapat lepas dari samsara dan mencapai moksa.[17][26]




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar