Rabu, 10 Juni 2015

Kesenian Rampak Bedug Pandeglang Banten



KESENIAN RAMPAK BEDUG PANDEGLANG
Sabar Wiraguna

BAB I
PENDAHULUAN

 Kesenian merupakan salah satu unsur dalam kebudayaan yang dapat merefleksikan kondisi kehidupan dan budaya masyarakat pendukungnya. Kesenian adalah identitas bagi pemiliknya, apabila kesenian itu berada pada suatu daerah maka kesenian tersebut milik daerah. Setiap daerah memiliki kesenian yang menjadi identitas daerah tersebut, misalnya Subang dengan kesenian Sisingaannya, Jawa Barat dengan kesenian Jaipongannya dan Banten dengan kesenian Debus.
Banten, selain terkenal dengan kesenian Debusnya, ternyata memiliki berbagai macam kesenian tradisional seperti Angklung Buhun, Dogdog Lojor, Terbang Gede, Marhaban, Dzikir Saman, dan Seni Bedug. Kesenian yang berkembang di wilayah Banten, tidak terlepas dari pengaruh unsur agama Islam. Salah satu kesenian yang dipengaruhi oleh unsur agama Islam yaitu kesenian Rampak Bedug. Kesenian Rampak Bedug, berkembang di daerah Kabupaten Pandeglang dan menjadi identitas bagi masyarakat Pandeglang.

Kesenian Rampak Bedug merupakan kesenian tradisional yang berkembang secara turun temurun, khususnya di daerah Pandeglang. Rampak Bedug, sebagai suatu kesenian, tentu saja mengalami perkembangan dari masa ke masa. Hal ini terkait dengan sifat dari kesenian itu sendiri, yaitu kesenian merupakan unsur kebudayaan yang selalu kreatif dan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam kesenian, tentu saja berlangsung dalam proses yang panjang, bertahap dan berkembang sesuai lingkungannya. Perkembangan yang terjadi dalam kesenian ini, tidak terlepas dari pengaruh masyarakat sebagai pendukungnya






BABII
PEMBAHASAN

Kesenian Rampak Bedug Pandeglang

Seni rampak bedug adalah kesenian tradisional masyarakat pandeglang Banten, seni rampak bedug merupakan titik kulminasi estetik dari tradisi ngadu bedug yang biasa dilakukan warga pada perayaan hari raya iedul fitri atau iedul adha. Perangkat peralatan yang digunakan meliputi : satu set bedug kecil selaku pengatur irama, tempo dan dinamika, sedangkan bedug besar sebagai bass, sementara melodi hanya berasal dari lantunan shalawatan yang dilakukan sambil menabuh. Pola tubuh yang biasa mereka sebut dengan lagu diantaranya :pingping cak-cak, nangtang, celementre, rurudatan, antingsela, sela gunung, kelapa samanggar, dan lain-lain.
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Kapan rampak bedug diciptakan, mungkin jauh sebelum tahun 1950-an. Siapa pencipta awal rampak bedug ? Ini pun sepertinya tidak dicatat. Bahkan mungkin saja sang creator tidak menyebut-nyebut dirinya. Hanya saja disebut-sebut, bahkan tepatnya di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang.
Seni rampak bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen dan sampai sekarang Haji Ilen masih ada. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : haji Ilen, Burhata (almarhum), juju, dan Rahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

Kata " bedug ' sedah tidak asing lagi bagi telinga bangsa Indonesia. Bedug hampir terdapat disetiap mesjid, sebagai alat atau benda informasi datangnya waktu sholat 5 waktu. Demikian juga dengan seni bedug semacam ngabedug atau ngadulag sudah akrab ditelinga kita. Tapi " Rampak Bedug " akan terasa asing , sebab " Rampak Bedug " hanya tedapat di daerah Banten. Kata " Rampak " mengandung arti " serempak ", juga " banyak " jadi " Rampak Bedug " adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa " banyak " bedug yang di tambuh secara " serempak " sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar.
Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan, persis seperti seni ngabedug dan ngadulag. Tetapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual.Rampak Bedug selain berfungsi religi yakni menyemarakkan Bulan Suci Ramadhan dengan alat - alat memang dirancang para ulama juga memiliki fungsi rekreasi/ hiburan.
Dimasa yang lalu pemain rampak bedug semuanya laki - laki. Tapi, sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki - laki dan perempuan. Jumlah pemainnya sekitar 10 orang, laki - laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing - masing pemain sebagai berikut :
  1. Pemain laki - laki sebagai penabuh bedug sekaligus kendang
  2. Pemain perempuan sebagai penabuh bedug
  3. Baik laki - laki maupun perempuan sekaligus sebagai penari
Busana yang di pakai oleh pemain Rampak Bedug adalah pakaian muslim dan muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki - laki, misalnya mengenakan pakaian pesilat lengkap dengan sorban khas Banten. Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari - taria tradisional, tapi bercorak kemoderan dan relative religius, misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar dan didalamnya mengenakan celana panjang warna merah sejenis celana panjang pesilat. Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan ikat pingggang besar . Adapun rambutnya menenakan sejenis sanggul bunga yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.



BAB III
KESIMPULAN
 Kesenian Rampak Bedug merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Pandeglang. Dalam perkembangannya, kesenian Rampak Bedug mengalami perubahan baik dalam hal bentuk dan struktur ataupun fungsi kesenian Rampak Bedug. Perubahan yang terjadi dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari faktor manusia, lingkungan geografis, ataupun kondisi sosial budaya masyarakat. Kesenian Rampak Bedug merupakan perkembangan dari tradisi ngadu bedug yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Pandeglang.

 Istilah Rampak Bedug mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an. Pada periode ini, kesenian Rampak Bedug mulai diperlombakan dan dikemas dalam kemasan yang baru. Kesenian Rampak Bedug mulai disajikan dengan dipadukan gerakan-gerakan yang sederhana, dimana gerakan yang ditampilkan lebih menonjolkan gerakan pada pukulan bedug. Periode ini, merupakan masa dimana kesenian Rampak Bedug mulai dijadikan suatu agenda wajib untuk memperingati hari jadi Kabupaten Pandeglang.









DAFTAR PUSTAKA

1 komentar:

  1. sebaiknya di cari lagi data yang lebih rinci/akurat kenapa ngadu beduk kemudian berubah (tidak boleh) dilakukan antar kampung lagi tepatnya antar Langgar dan Mesjid, beberapa pelaku sejarah masih hidup di sekitar Pamageursari, Ciherang, dan Kabayan ......... silahkan luruskan sejarahnya. Terima kasih sudah mengangkat salah satu budaya Pandeglang Asli.

    BalasHapus