SEJARAH PAHLAWAN FATAHILLAH
DAN CUT MEUTIA
A.
Sejarah Fatahillah
Fatahillah adalah tokoh yang dikenal mengusir portugis
dari pelabuhan perdagangan sunda kelapa dan memberi nama Jayakarta yang
berarti kota kemenangan. Ia di kenal juga dengan nama Faletehan.
Fatahillah adalah seorang panglima
pasai bernama Fadhlulah
Khan. Orang Portugis
melapalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis beliau hijrah ke tanah Jawa untuk
memperkuat armada kesultanan–kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon, dan Banten ). Setelah gugurnya Raden Abdul Kadir bin Yunus ( Pati
Unus, menantu Raden Patah, Sultan Demak Pertama ).
Ketika Pati Unus gugur dalam perang
laut dahsyat untuk merebut kembali malaka dari Portugis, Fatahillah di
angkat oleh Sunan Gunung Jati menggantikan Pati Unus sebagai Panglima armada Islam
di tanah Jawa. Raden Pati Unus
yang gugur kemudian dikenal sebagai Pangeran Sabranglor.
Kegagalan ekpedisi Malaka (1521) membuat kesultanan Islam di Jawa bersikap defensive
dan memancing Portugis
datang. Sehingga pada
bulan Juni 1527
Portugis yang telah
merasa di atas angin mencoba menerobos Sunda
Kelapa yang langsung di luluh lantakan oleh armada Islam di bawah Fatahillah. Kemenangan besar
ini kemudian di rayakan sebagai hari lahir Jayakarta ( 22 Juni ) dan kemudian di sebut Jakarta Fadhlulah Khan atau Tubagus
Pasai. (nama Fatahillah
sebelumnya). Diberi gelar baru yaitu Fatahillah yang artinya (kemenangan Allah swt).
Setelah kemenangan ini Fatahillah diangkat sebagai penasihat
kesultanan Cirebon. Sedangkan kota Jayakarta diserahkan kepada menantunya yaitu Tubagus Angke. Setelah Tubagus
Angke wafat beliau di gantikan oleh putranya yaitu Pangeran Jayakarta.
B. Sejarah Cut Meutia
Cut
meutia adalah pahlawan di Aceh atau yang lebih di kenal dengan sebutan Tanah Lencong
. Ia lahir tahun
1870. Ayahnya bernama Teuku Band Daud Pirak. Ibunya bernama Cut Jah. Cut Meutia adalah
satu-satunya
anak perempuan dari lima bersaudara keluarga ini adalah salah satu dari sekian
banyak keluarga Mujahid (berjuang) yang pernah di miliki Aceh, yang juga
terkenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sejak kecil Cut Meutia dididik ilmu
agama oleh banyak ulama. Bahkan ayahnya sendiri adalah salah satu dari sekian
banyak guru agama yang pernah mengajarnya.
Cut Meutia tumbuh
sebagai seorang gadis cantik rupa banyak pemuda yang datang untuk meminang dan
menikahinya. Akhirnya, seorang pemuda bernama Teuku Cik Tunong berhasil
meminang dan menikahinya. Saat itu tanah Aceh sedang berada dalam bahaya. Para pejuang Aceh sekuat
tenaga berusaha mengusir penjajah belanda. Cut Meutia terpanggil untuk berjuanag di
medan laga bersama suaminya. “kita harus berjuang mengusir penjajah!” demikian
tekad pasangan itu.
Sejak
itulah mereka keluar masuk hutan untuk bertempur dan melawan Belanda. Namun, Teuku
Cik Tunong tertangkap Belanda
dan dijatuhi hukuman mati. Dia mati syahid sebagai seorang pejuang. ”kobarkan terus
perjuangan! Mati satu tumbuh seribu!” itulah kata terakhir Teuku Cik Tunong sebelum menjalani hukuman mati.
Sepeninggal Teuku Cik Tanong, tidak lama kemudian Cut Meutia memilih kembali
pendamping hidupnya ia seorang pejuang juga yang bernama Cik Pang Nagra.
Bersama suaminya,
Cut Meutia meneruskan perjuangan dengan lebih dahsyat. ”jangan biarkan Belanda lolos
dari sergapan kita!” kata sumi istri pejuang itu dengan bersemangat.
Mereka
semakin gencar menyegrap patroli patroli Belanda. Sudah banyak korban dari pihak pasukan
Belanda yang tewas ditangan Cut Meutia dan suaminya. Menghadapi keadaan iti,
pasukan Belanda
semakin takut terhadap Srikandi dan tanah rencong itu.
Namun,
pada sebuah pertempuran Cik Pang Nagra gugur di medan perang.
Cut Meutia
dengan 45 pasukan yang tersisa berhasil meloloskan diri. ”kita lanjutkan
perang dengan cara bargelirnya”, perintah Cut Meutia kepada pasukannya. Bersama
pasukannya yang hanya memeiliki 113 senjata, Cut Meutia melanjutkan perang secara bergelirnya. Raja sabil putra Cut
Meutia yang baru berumur 11 tahun, selalu mengikuti ibunya pergi berjuang.
Kekuatan yang tidak seimbang antara pasukan belanda dan
pasukan cut meutia membuat banyak kerabat dan teman dekat cut meutia mulai
mersa cemas.mereka mengusulkan agar mereka menyerah dan meminta pengampunan
kepada belanda. Namun usulan itu ditoll mentah mentah oleh cut meutia.”tidak!”jawab
tegas,”aku akan berjuang,sampai titik darah penghabisan!".sejak pertama
kaki mengenal kata berjuang,cut meutia telah menamakan tekad”takkan surat kaki
melangkah hingga badan berkalang tanah”.
Pada
tahun 1903, Sultan
Muhamad Daud Syah terpaksa menyerah kepada Belanda. Peristiwa itu disusul dengan menyerahkan raja-raja
lain, seperti
pasukan yang dipimpin oleh panglima Polim. Melihat kenyataan itu, Cut Meutia tidak
sedikitpun mengundurkan nyalinya dalam berjuang.pada suatu hari tempat
persembunyian Cut Meutia tercium oleh Belanda. Belanda langsung mengerahkan pasukannya menyerbu
tempat persembunyian itu. ”sekarang kau dan pasukan telah di kepung! Cepatlah
menyerah!” teriak
komandan pasukan belanda.
Namun, Cut
Meutia tetap menolak untuk takluk. Dengan hanya bersenjata sebuah rencong dan pedang, ia maju paling
depan untuk memimpin pasukannya.bagai singa terluka, Cut Meutia menyerang, menebas dan
menerjang lawan tanpa rasa gentar. Banyak pasukan Belanda yang tewas. Di tengah pertempuran, sebutir peluru
menembus tubuh Cut Meutia. Darah mengucur deras. Akhirnya, Cut Meutia gugur di medan pertempuran sebagai
pejuang dari tanah rencong. Cut Meutia dengan gagah berani membuktikan kecintaannya
kepada nusa dan bangsanya. Ia membela dan memperjuangkan kedaulatan bangsa sampai
titik darah penghabisan.
Itulah yang di lakukan Cut Meutia. Berkat jasa-jasa yang tak ternilai
harganya, pemerintah
Republik Indonesia menganugerahi gelar pahlawan nasional. Ia pun dijuluki sebagai
mujahidah dari tanah rencong.