Rabu, 10 Juni 2015

Perkembangan Agama Budha di China dan Jepang



1.  Perkembangan Agama Budha di China
Sejarah china sebelum masuknya agama budha sebelum agama budha masuk di china, masyarakat china sudah memiliki kepercayaan sendiri yaitu kong hu chu yang diajarkan oleh confusius, dan tao yang diajarkan oleh lao tzu.
Agama atau kepercayaan orang china pada dewa-dewa, roh leluhur, sudah ada sejak konghucu lahir. Konghucu bukanlah pencipta dari agama china, tetapi penerus dari agama tersebut.
Agama atau kepercayaan orang china sebelum konghucu lahir dapat di bedakan kedalam 3 bagian:
1)      Kepercayaan terhadap roh halus yang terdapat di alam raya.
2)      Kepercayaan terhadap roh leluhur yang mereka pandang dapat mengatur dan menentukan jalan hidup mereka di dunia.
3)      Kepercayaan terhadap langit –langit di pandang sebagai tempat dewa tertinggi yang mengatur alam dan seisinya.
Kehidupan masyarakat di china :
1)      Pada abad pertama sebelum masehi, penduduk china berkembang pesat. Penduduknya di perkirakan sudah berjumlah 50 juta.
2)      Daerah-daerah subur di sepanjang aliran-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan cukup makanan.
3)      Padi merupakan bahan pokok utama.
4)      Tanaman baru yang berasal dari champa (vietnam) yang berkembang pada abad ll seperti gandum, ubi jalar yang dapat tumbuh pada tanah-tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk.
5)      Penduduk china terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku utama  adalah bangsa han yang menggembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti han (202-220 Sm)
Sejarah masuknya agama budha di china, secara tradisi dikatakan bahwa penyebaran agama budha dari india ke Tionghoa (china) dan terjemahan kitab suci yang pertama kali dari bahasa sansakerta ke dalam bahasa mandarin. Terjadi selama kerajaan kaisar pertama atau the first emperor.

2.  Perkembangan Agama Budha di Jepang
Sebelum agama konfusius dan agama budha memasuki jepang, keadaan agama jepang belum terorganisasi dan hanya merupakan kumpulan tanpa nama dari berbagai pemujaan alam, arwah nenek moyang, dan shanamisme.
Kehidupan sosial masyarakat jepang saat itu tergambar dalam istilah matsurigoto (yang artinya pemerintah atau upacara keagamaan)
Awal masuknya agama budha di jepang pada tahun 853 Sm atau abad ke 5 Sm. Tepatnya ketika kerajaan korea mengirimkan delegasi kepada kaisar kimmeo teno di jepang. Di samping membawa hadiah, delegasi tersebut meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama budha ( bukkyo-butsu : budha, kyo :ajaran ) dalam bahasa jepang. Yaitu di percaya mulai masuk ke jepang lewat kerajaan baekje di korea sekitar tahun 538.
40 tahun kemudian kaisar jepang saat itu yaitu pangeran shotoku meresmikan budha sebagai agama resmi negara. Sebagai agama baru pasti banyak penolakan dan juga tekanan.
Pada masa pemerintah oda nobunaga (1534-15820, agama budha mengalami masa suram karena pemerintah saat itu bersikap antipati terhadap agama ini.
Hal ini di sebabkan karena pada masa itu muncul banyak pemberontakan oleh rakyat menentang pemerintah yang kebetulan di dukung oleh pendeta budha khusunya dari sekte tendai di hiei. Pemberontakan akhirnya berakhir dengan penyerbuan ke kuil yang terletak di atas puncak bukit dan membunuh rakyat pengikutnya.
Pada masa meiji (1868-1912) pemertintah menetapkan shito sebagai agama negara. Dan secara tidak langsung menempatkan agama budha dalam posisi yang bersebrangan . pada masa itu banyak kuil budha yang ditutup dan pemerintah memkaksa para rahib untuk berkeluarga.
Sejak itu banyak kuil yang beralih status menjadi kuil kleluarga yaitu kuil yang pengelolaanya dilakukan secara perorangan dan di wariskan secara turun temurun.
Kemudian, di kalangan para pemimpin dan rakyat jepang, pro kontra terhadap masuknya agama budha muncul. Mereka yang kontra (jika kaisar memeluk agama budha khawatir jika hal itu akan menimbulkan kemurkaan para dewa ). Mereka yang pro ( karena mereka merasa tertarik dengan kelebihan agama baru, dari pada agama negaranya sendiri ).
Tokoh utama dalam penyebaran agama budha di jepang adalah pangeran shotoku taishi (547-621 M). Yang menetapkan agama budha sebagai agama negara, dan menerjemahkan kitab suci :
1)      Sandharma pindaruka
2)      Vimalakirti
3)      Srinalasutera
Shotoku merupakan pribumi jepang yang pertama bersungguh-sungguh dalam memahami ajaran pemikiran agama budha dan memeluk agama budha dengan penuh keyakinan.
Pada masa pangeran shotoku berkuasa, agama budha menguasai kehidupan agama dikalangan istana, pada tahun 604 m(sudah menjadi agama negara) , pada tahun 607 m (di horyuji didirikan kelenteng agama budha di jepang dan kemudian menjadi tempat studi umat budha ).
Perkembangan agama budha di jepang yaitu awal mula masuknya agama budha di jepang dengan mulai mengalami tanggapan dari masyarakat jepang di percaya pada tahun 538 Sm. Pada jaman asoka melalui delegasi dari kerajaan Baekjae di korea.
Perkembangan agama budha sendiri mengalami pasang surut sejak zaman asoka sampai masa modern ini.
Perkembangan agama budha sendiri terjadi banyak penolakan dan pemberontakan dari masyarakat sekitar yang secara empiris, memiliki kepercayaan memuja banyak dewa yang di sebut kepercayaan shinto.
Sejarah perkembangan Buddhisme di Jepang, meliputi 3 periode :
1)      Periode Nara
2)      Periode Heian
3)      Pasca periode Heian
·         Periode Nara (kedatangan) abad ke 6-7
Perkembangan agama budha pada zaman asoka dan jaman Nara dapat pula di sebut dengan babak awal kedatangan dan perkembangan agama budha di jepang.
Pada masa-masa awal penjajakan agama budha di jepang yaitu dengan penyesuaian dan adaptasi terhadap kepercayaan asli rakyat jepang, yaitu shinto.
Pada awal masuknya agama budha di jepang di jaman asoka, banyak penolakan yang terjadi.
Pada masa pemerintahan militer oda nobunaga , agama budha mengalami masa suram karena pemerintah saat itu bersikap antipati terhadap agama ini.
Hal ini di sebabkan karena pada zaman Nara, kepercayaan budha semskin berkembang, penerapan agama budha dari china oleh keluarga kaum bangsawan. Begitu kaum bangsawan menerima agama budha, maka penyebaranya ke seluruh negeri berlangsung dengan cepat.
Pada zaman Nar terdapat 6 sekte agama budha cukup terkenal dan memiliki cukup banyak tiongkok.
1)      Sekte kegon (dari aliran avatamsaka)
2)      Sekte ritsu (dari aliran Vinaya )
3)      Sekte kushu (dari aliran abidharmakosha)
4)      Sekte Shanron, mengambil dari aliran Tiga Kitab Suci dari Madyamika
5)      Sekte Hosso , mengambil dari aliran Dharmalaksana mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa diselamatkan.
6)       Sekte Jojitsu,  menganut aliran Satyasiddhi-sastra

Pada periode Nara para pengikut dari sekte – sekte tersebut masih dalam kalangan Bangsawan dan petinggi – petinggi Damyo. Hal tersebut dikarenakan  ritualnya yang masih rumit, perlu pengetahuan yang mendalam untuk mempelajarinya dan teks-teks ajaran Buddhanya yang pada saat itu masih menggunakan dengan huruf  Kanbun yaitu huruf – huruf Cina kuno.
Selama periode Nara banyak biara yang dibangun, bangunan-bangunan sakral tersebut mengikuti Arsitektur Tang seperti biara terkenal Todaiji (terkenal dengan patung besar Buddha -Nara Daibutsu) dan biara Horyuji yang dibangun dengan bahan dari kayu dan berdiri sampai kini, biara Horyuji adalah bangunan yang dianggap tertua didunia yang dibuat dari kayu. Bangunan-bangunan yang bergaya arsitektur Tang lebih banyak dijumpai di Jepang daripada di Tiongkok sendiri, hal ini disebabkan oleh peperangan-peperangan atau bencana alam yang sering melanda Tiongkok dan bangunan-bangunan dari kayu lebih mudah terbakar.
            Selama pemerintahan Nara (710-884) sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Bud­dha yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat.

b.      Periode Heian (periode nasionalisasi) abad ke 9-14

Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
Selama pemerintahan Nara (710-884) sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Bud­dha yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat.Sekte Kegon (Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama pemerintahan Nara terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang.
Sekte Kegon (sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud di dalam tubuh Buddha. Yang dimakud adalah bahwa Dharmma itu tidak terlepas dari ajaran sang buddha yaitu trikaya. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada Avatamsamkasutra.
Pendidikan dan pemikiran Ratsuterutama lebih ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat seperti penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalu banyak berperan dan aktif di dalam politik.             Selama pemerintahan anak perempuan (putri) Kaisar Shoma, bhikku Donkyu yang bertindak selaku pejabat pemerintah dari putri kaisar tersebut telah mencoba untuk menjadi kaisar. Hanya karena adanya perlawanan para aristocrat, maka Jepang tidak menjadi negara teokrasi beragama Buddha aliran Tibet yaitu negara yang memotori gerakan perkembangan Agama Buddha adalah kaum bangsawan sebab pemikirannya lebih mendalam dibandingkan dengan kaum biasayang masih berfikir sederhana. Sebagian dari perlawanan ini karena adanya tekanan dari Sangha, yaitu berupa tekanan bahwa seorang Bhikkhu tidak boleh memiliki peran ganda (bercampur dengan urusan polotik) karena adanya situasi yang tidak menguntungkan ini, akhirnya pengadilan memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kyoto pada tahun 794.
Pada tahun 804, Bhikṣu Saichi dikirim ke China dan kemudian kembali ke Jepang untuk mengajarkan (membabarkan) doktrin dari Tien Tai (dalam bahasa Jepang disebut Tendai).
Walaupun sekte Hasso telah mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa diselamatkan, tetapi Tendai menekankan pembabatan dan penyelamatan alam (dengan cara mengkritisi Bhiksu supaya tidak memiliki peran ganda yang berarti seorang Bhiksu yang seharusnya menjalani aturan vinayaan jalur keviharaan, bukan ikut jalur politik sehingga Bhiksu tetap berada dijalur kerohanian). Agama Buddha Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks VihāraTendai di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang oleh Bhikkṣu Kukai di awal abad ke-­9. Agama BuddhaShingon menentukan penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam berbagai macam bentuknya.Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha, sehingga terjadi persekutuan pemujaan. Gerakan dalam agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya kepercayaan terhadap Buddha Amitābha. Banyak orang yang memeluk kepercayaan ini karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan mengucapkan ”Amitābha Buddha” secara berulang-ulang akan terlahir di Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan lain banyak muncul pada abad ke-13 karena banyak didorong oleh cita­-cita umat awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan ajaran maupun caranya. Yang menjadi awal adalah kepercayaan ini adalah pemahaman yogacara dan madyamika. Dengan pemahaman terhadap dua hal tersebut mengakibatkan sulitnya penyebaran agama Buddha, sebab pemikiran kaum Jepang masih berpikir praktis dan sederhana. Dengan melihat keadaan yang ada  maka dipakainya metode praktis sehingga kaum Jepang dapat menerima  dengan mnegucapkan “Amitaba Buddha”. Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan prajurit.
Pada zaman Kamakura mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282). 

c.       Pasca-periode Heian (periode lanjutan) abad ke 15-20
Dengan berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan agama yang berarti, kecuali meluasnya beberapa aliran.Pada zaman Edo (1603-1867), agama Buddha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa.Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa, agama Buddha di Jepang menjadi tangan (alat) dari pemerintah. Vihāra sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran agama Kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman politik. Agama Buddha tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur dengan agama Buddha, dan untuk itu dibutuhkan suatu penyelesaian. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyita tanah vihāra dan membatasi gerak-gerik para bhikṣu. Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun 1868, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, Shinto. Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh undang-undang dasar Jepang.Selama periode ultra nasional (1930-1945) pemikir-pemikir agama Buddha menyerukan penyatuan dunia Timur (Asia Timur Raya) ke dalam tanah suci Buddha (Buddha Land) di bawah pengawasan Jepang. Setelah perang berakhir, kelompok-kelompok agama Buddha yang baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Buddha merupakan agama negara yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.

d.   Perbandingan Ajaran Buddha Jepang Dengan Negara Lain

            Pada mulanya memang agama Budha masuk ke Jepang melalui Korea, Cina dan India. Akan tetapi seiring berkembangnya ajaran Buddha di Jepang, ajaran Budha di Jepang memiliki keunikan tersendiri dan perbedaan – perbedaan dalam dasar alirannya yang membedakan dengan Negara – Negara lain.
India merupakan asal muasal dari agama Budha yang berasal dari ajaran seorang petama yang bernama Sidharta Gautama dengan kitab Tripitaka. Adanya pepatah Ashy Ajatang Abhutang Akatang Asam Khatang “suatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan dan mutlak. Sedangkan di India sendiri sempat mengalami perpecahan dan kemrosotan sekitar 1.600 thn setelah budha meninggal, abad ke-12 budha benar2 sirna dari India. Lalu diperkenalkan dari Srilangka pada akhir abad ke-19 M, 700 thn sebelumnya tidak ada agama Budha di India.
            Di Korea penyebar aliran ajaran Budha memiliki dukungan yang cukup besar dari pemerintahnya. Kebanyakan orang yang menganut agama Budha akan bernasib baik dengan adanya aliran dana dari pemerintah untuk mengembangkan ajaran Buddha. Walaupun di Korea terdapat “Human Right Watch”, akan tetapi pemerintah tetap memberikan keuntungan lebih pada para pemganut ajaran Budha. Hal tersebut menjadikan penganut Buddha di Korea mencapai 1.082.000 jiwa yaitu 40% dari jumlah seluruh penduduk Korea.
            Sedangkan di Cina, perbedaan mendasar terdapat alirannya. Rakyat Cina sangat menentang aliran Hinayana. Aliran Hinayana adalah aliran Buddha yang memilki aturan yang ketat dimana para pengikutnya harus meninggalkan kepentingan duniawi untuk beribadah. Sehingga menggunakan ajaran Buddha yang dapat berkolaborasi dengan budaya setempat dan tetap mempertahankan kepentingan – kepentingan duniawi seperti bekerja dan sebagainya.
            Sedangkan di Jepang sendiri banyak sekali keunikan serta budaya yang muncul karena pengaruh ajaran Buddha. Seperti seni Zen yang telah dijelaskan sebelumnya. Menghasilkan budaya – budaya baru untuk Jepang. Dan banyak sekte – sekte yang muncul di tiap – tiap jaman sehingga memunculkan pasang surut aliran agam Buddha. Di Jepang sendiri memperbolehkan para Biksu untuk menikah. Hal tersebut dilakukan untuk memunculkan penerus yang mengembangkan ajaran Buddha. Setelah para Biksu itu merasa cukup tua dan anaknya mampu untuk meneruskannya, biksu itu akan menyendiri sesuai dengan ajaran Budha yaitu terlepas dari kepentingan – kepentingan dunisawi.
Bukti-bukti adanya Buddhisme di jepang
Dari kurang lebih 710 banyak sekali kuil dan vihara dibangun ibu kota Nara, seprti pagoda lima tingkat dan Ruang Emas Horyuji, atau kuil Kofukuji. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak trhitung dan sering kali dengan sponsor pemerintah. Pembutan seni Buddha Jepang mencapai masa keemasan antara abad ke-8 dan abad ke-13semasa pemerintahan di Nara, heian-kyo, dan Kamakura. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak terhitung.
Kuil Budha atau dalam bahasa jepangnya Tera bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagi tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun-temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke8. Namun kebanyakan dari bangunan kuil sekarang sudah direnovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 80.000 kuil di seluruh Jepang.
Berikut merupakan empat kuil yang terdapat di Jepang  yang telah ditetapkan sebagai World hertage (warisan dunia) oleh Unesco:
1)      Kuil Toudaiji, dibangun pada tahun 728. Kuil ini terkenal merupakan bangunan kayu yang tertua di dunia.
2)      Kuil Kinkakuji atau kuil Emas, sangat terkenal karena sesuai dengan namanya, bangunanya berwarna kuning keemasan.
3)      Kuil Kiyomizu Dera, yang dibangun sekitar tahun 789.
Kuil Rnno-ji in, yang dibangun pada tahun 766. Pada kompleks bangunan ini kadang dikenal dengan nama Nikko Temple karena berada di daerah Nikko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar